Rabu, Februari 25, 2015

BERSINERGINYA 2 KEKUATAN BESAR "TNI DAN BANSER (Barisan Ansor Serbaguna)"


Jakarta, Muslimedianews.com ~ TNI dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) akan memperkuat kerja sama dan sinergitas secara konsisten untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negara serta menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sinergitas ini diantaranya dengan memberi pelatihan bagi 120 anggota Banser di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (23/2/2015).
"Sinergitas TNI dan Banser ini luar biasa. Negara lain ngeri sekali kalau tahu TNI dan Banser bersinergi," kata Panglima TNI Jenderal Moeldoko saat menutup acara Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) angkatan Ke 2, di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI.
Moeldoko mengingatkan, kekuatan sistem pertahanan Negara Indonesia terbangun melalui sinergi semua elemen masyarakat. Hal ini secara gamblang disebut dalam UUD 1945 tentang kekuatan rakyat semesta. Ketentuan inilah yang kemudian diterjemahkan dalam Undang-Undang tentang sistem pertahanan semesta, yang berarti bahwa negara menggerakkan semua sumber daya semesta untuk pertahanan.
"Ada mobilisasi dan demobilisasi. Terkait ini, Ansor dan Banser bisa setiap saat bergerak bahu-membahu dengan TNI. Ansor kita lempari senjata langsung bergerak. Kalau sinergi berjalan baik, semua negara akan mikir karena negara kita kuat," imbuh Panglima TNI.

Di tempat yang sama, Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid mengaku sangat berterimakasih atas sinergi dan pelatihan yang diberikan TNI. Bagi Banser, menjaga kedaulatan negara adalah doktrin yang sudah ditanamkan sejak awal.
"Kami mendukung dan siap selalu bersinergi dengan TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Sebab menjaga keutuhan dan martabat negara bukan hal asing bagi Banser," ujar Nusron.
Nusron juga mengingatkan bahwa Banser siap jika sewaktu-waktu diminta TNI untuk bahu-membahu menjaga negara. Bagi Ansor, mendukung kekuatan TNI adalah keharusan karena ini menjadi simbol kekuatan negara.
"Ansor dan NU siap di belakang TNI, kita ingin negara kuat, dan prasyaratnya adalah TNI harus kuat," tandas Nusron.
sumber : republika
Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2015/02/panglimat-tni-negara-lain-ngeri-sekali.html#ixzz3Sie1AeTl



Jakarta - TNI dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) membangun sinergi untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negara. Sinergitas ini di antaranya dengan memberi pelatihan bagi 120 anggota Banser di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin 23 Februari 2015.

"Sinergitas TNI dan Banser ini luar baiasa. Negara lain ngeri sekali kalau tahu TNI dan Banser bersinergi," kata Panglima TNI Jendral Moeldoko saat menutup acara Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) Angkatan II di Aula Gatot Subroto Mabes TNI Cilangkap seperti siaran pers yang diterima detikcom, Senin (23/2/2015).

Moeldoko mengingatkan, kekuatan sistem pertanahan negara Indonesia terbangun melalui sinergi semua elemen masyarakat. Hal ini secara gamblang disebut dalam UUD 1945 tentang kekuatan rakyat semesta. Ketentuan inilah yang kemudian diterjemahkan dalam Undang-Undang tentang sistem pertahanan semesta, yang berarti bahwa negara menggerakkan semua sumber daya semesta untuk pertahanan.

"Ada mobilisasi dan demobilisasi. Terkait ini, Ansor dan Banser bisa setiap saat bergerak bahu-membahu dengan TNI. Ansor kita lempari senjata langsung bergerak," tegasnya.

"Kalau sinergi berjalan baik, semua negara akan mikir karena negara kita kuat," imbuhnya.

Pada kesempatan sama, Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid sangat berterimakasih atas sinergi dan pelatihan yang diberikan TNI. Bagi Banser, menjaga kedaulatan negara adalah doktrin yang sudah ditanamkan sejak awal.

"Kami mendukung dan siap selalu bersinergi dengan TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Sebab menjaga keutuhan dan martabat negara bukan hal asing bagi Banser," ucap Nusron.

Nusron juga mengingatkan bahwa Banser siap jika sewaktu-waktu diminta TNI untuk bahu-membahu menjaga negara. Bagi Ansor, mendukung kekuatan TNI adalah keharusan karena ini menjadi simbol kekuatan negara.

"Ansor dan NU siap di belakang TNI, kita ingin negara kuat, dan prasyaratnya adalah TNI harus kuat," tandas Nusron yang juga menjabat Kepala BNP2TKI ini.


Ikuti berbagai berita menarik hari ini di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB 

(van/nrl)

Minggu, Mei 19, 2013

Habib Novel Alaydrus Resmi Jadi Anggota NU

Habib Novel bin Muhammad Alaidrus secara resmi menyatakan masuk anggota Nahdlatul Ulama (NU). Pengasuh majelis Ar-Raudah ini juga mengajak jamaah turut serta masuk jam’iyah yang didirikan para ulama di Surabaya tahun1926 tersebut.

“Malam ini saya resmi menjadi anggota NU. Saya mengajak seluruh jamaah untuk masuk menjadi anggota NU,” kata Habib Novel saat didaulat sebagai pembicara pada acara ‘Ansor Bersolawat’ yang diselenggarakan di depan kantor PCNU Surakarta, Selasa malam (23/4).

Dalam kesempatan tersebut, Habib Novel juga mewanti-wanti warga Nahdliyyin agar jangan mau bila digiring ke ranah politik, “Acara Rijalul Ansor untuk majelis ta’lim, dzikir dan sholawat, bukan untuk menggiring ke partai politik tertentu,“ tegas Habib, yang juga penasihat GP Ansor Solo ini.

Pengaruh Habib yang produktif menulis ini, bagi warga Solo dan sekitar, cukup besar. Terbukti di setiap majelis yang diadakan di Markas Ar-Raudah, dipadati ribuan jamaah. Pengaruhnya ini diharapkan nantinya akan bagus bagi perkembangan NU di Solo dan sekitar.

Apa yang diungkapkan Habib Novel terkait menggiring NU ke politik, diamini Ketua GP Ansor Solo, M Anwar, “Khittah harus dijaga betul. Jangan sampai terbawa ke politik,” tuturnya.

Puncak peringatan Hari Lahir (Harlah) Gerakan Pemuda (GP) Ansor ke-79 di Solo ini mengusung tema Perkuat Aqidah Ahlussunah wal Jama’ah dan Dakwah Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Beberapa hari sebelumnya juga diadakan berbagai rangkaian kegiatan guna menyambut momentum harlah ini.
Sumber: NU Online

9 KOMANDAN PERANG NAHDLATUL ULAMA'

Kontribusi Nahdlatul Ulama dalam membebaskan bumi pertiwi dari penjajahan, tidak dapat ditanggalkan begitu saja dari alur sejarah kemerdekaan Indonesia. Hizbullah menjadi salah satu motor penggerak para pejuang kala itu. Dari pergolakan perjuangan inilah muncul nama-nama besar para komandan perang NU yang patut kita teladani bersama.
1. KH ZAINUL ARIFIN
Postur tubuhnya yang tegap, gagah dan berparas tampan menguatkan profil dirinya sebagai seorang pejuang sejati. Pria kelahiran Barus, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada tahun 1909 ini memang identik dengan Hizbullah. Tampuk kepemimpinan organisasi ini juga pernah dijabatnya sejak awal Januari 1945. Sebagai seorang komandan dirinya selalu memberikan contoh yang baik kepada para bawahannya.
Geliat perjuangannya memang tidak terekam jelas dalam sejarah. Namun, dengan diangkatnya Kiai Zainul sebagai Komandan Hizbullah menandakan dirinya berperan besar dalam pergulatan perjuangan NU melawan penjajah. Pria yang masih keturunan dari Raja Barus (Sutan Ramali Pohan bin Sutan Sahi Alain) ini juga telah banyak terkontribusi baik bagi NU maupun negara. Jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Kerja III (1962-1963) menjadi satu komitmen khusus kesetiaannya kepada negara. Di akhir hayatnya (2 Maret 1963) ia tercatat sebagai Pahlawan Nasional dan penyandang penghargaan Mahaputera dari pemerintah.
2.    KH. MASJKUR
Lahir di Singosari, Malang, 1315 H/30 Desember 1900 M. Masa mudanya banyak ia habiskan untuk merantau dari pesantren ke pesantren. Pengembaraannya dimulai dari Pesantren Bungkuk di Singosari, berlanjut ke Pondok Sono, Siwalanpanji, Tebuireng hingga berguru kepada Syaikhona Cholil Bangkalan.
Di masa-masa perjuangan revolusi pembebasan atas penjajahan, Kiai Masjkur aktif turut berjuang sebagai seorang pejuang. Tak ayal jabatan sebagai Ketua Markas Tertinggi Sabilillah (1945-1947) diamanahkan kepada dirinya. Dan di masa Mr Amir Syarifuddin ia ditunjuk secara resmi untuk menjadi anggota Badan Pembela Pertahanan Negara.
Banyak perjuangan lain yang ia tunjukkan demi mengabdi pada negara. Bahkan dirinya juga tercatat pernah menjabat sebagai seorang Menteri Agama hingga 4 kabinet. Pada 19 Desember 1992 dirinya harus berpulang ke Rahmatullah. Dan di waktu pemakaman itulah dirinya mendapat penghormatan secara militer, berkat jasa-jasanya yang besar terhadap negara.
3.    KH MUNASIR ALI
Dilahirkan di daerah Modopuro, Mojasari, Mojokerto pada 2 Maret 1919 dari seorang ayah bernama H Ali vang merupakan seorang kepala desa yang dihormati di daerahnya. Selama perang kemerdekaan meletus Kiai Munasir aktif sebagai seorang pejuang dan berkarir di dunia kemiliteran.
Karirnya dimulai dengan mengikuti latihan kemiliteran prajurit Jepang dengan masuk sebagai anggota penerangan Heiho. Aktif sebagai pasukan Hizbullah dengan menjadi Komandan Batalyon Condromowo dan turut andil dalam mendirikan Hizbullah Cabang Mojokerto. Dan ketika Hizbul¬lah melebur ke dalam barisan TNI, Kiai Munasir juga terdaftar sebagai anggota aktif, hingga dirinya diangkat menjadi Komandan Batalyon 39 TNI AD. Di akhir hayatnya pada 1 Januari 2002 pelbagai penghargaan pernah diberikan kepadanya mulai dari Satya Lentjana peristiwa Perang Kemerdekaan I dan II, Bintang Gerilya dan lain sebagainya.
4. KH SULLAM SYAMSUN
Dia adalah satu-satunya penyandang pangkat tertinggi kemiliteran dari para tokoh NU yang pernah aktif di sana. KH Sullam Syamsun begitulah nama lengkapnya. Dilahirkan di Malang 29 April 1922.
Pada masa karir keaktifannya di dunia kemiliteran pelbagai jabatan te¬lah ia rengkuh mulai dari Komandan Kompi I merangkap Wakil Batalyon I Brigade IV Brawijaya, Komandan keamanan Malang Kota, Komandan Batalyon 523, 514, Pa Teritorium V/Brawijaya dan pada tahun 1977 pensiun penuh dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal TNI.

5.    KH ISKANDAR SULAIMAN
Terlahir dari nasab keturunan bangsawan yang kaya raya. Iskandar Sulaiman tak menampakkan sedikitpun raut kepongahan. Justru ia dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan. Selepas perjalanannya menimba ilmu di Pesantren Tebuireng, dengan kekayaannya digunakannya untuk memakmurkan masyarakat sekitar sekaligus memperkenalkan NU kepada masyarakat. Beberapa unit pendidikan seperti madrasah dan kegiatan penunjang lain turut didirikannya.
Namun, karirnya tidak hanya berhenti sebagai seorang pengajar saja. Di masa menjelang dan setelah masa kemerdekaan ia aktif di dunia kemiliteran. Semangat nasionalisme selalu terpancar dari sosoknya. Perjuangan itu terus ia lakukan hingga pangkat terakhir yang pernah ia raih sebagai seorang kolonel.

6.    KH HASYIM LATIEF
Dilahirkan di daerah Sumobito, Jombang pada 17 Mei 1928. Nama lengkapnya ialah Hasyim Latief, ia dikenal sebagai seorang tokoh Hizbullah. Awal karirnya di Hizbullah ia mulai di kala ia berstatus sebagai peserta pada pelatihan opsir Hizbullah di Cibarusa, Bogor (1945) Se-Jawa dan Madura.
Disaat Hizbullah Jombang didirikan, Kiai Hasyim Latief lansung menjabat sebagai seorang komandan latihan. Dan ketika kisaran tahun 1947 terjadi peleburan antara TNI dengan Hiz¬bullah, ia masuk ke dalam resimen 293 dengan komandan Letkol KH A Wahib Wfehab. Pangkat terakhimya yang ia panggul adalah Komandan Kompi I Yon Munasir. Sayang, perjuangannya harus terhenti pada Mei 2005, pada usia 77 tahun dirinya dipanggil Sang Khalik.

7. KH ZAINAL MUSTOFA
Nama kecilnya adalah Hudaeni. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan Nawapi dan Ny Ratmah, di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna. Dikenal sebagai salah satu tokoh NU yang memiliki banyak pengikut (baik dari kalangan santri dan masyarakat) sekaligus getol dalam menyemangatkan gerakan perlawanan terhadap penjajahan. Ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda yang kerap disampaikannya dalam ceramah dan khutbah-khutbahnya. Di masa penjajahan Jepang dirinya jugamengatur strategi perlawanan terhadap Jepang. Dengan semangat jihad membela kebenaran agama dan memperjuangkan bangsa, KH Zaenal Mustafa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Pebruari 1944 (1 Maulud 1363 H). Ia juga turut serta mengomandoi perlawanan terhadap Jepang di Sukamanah Tasikmalaya.
Namun sayang perjuangannya harus berakhir dibalik jeruji besi. Pesantren yang didirikannya harus ditutup oleh Jepang. Dan atas jasa-jasa itulah kini KH Zainal Mustofa diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.

8.  H ABDUL MANAN WIJAYA
Namanya cukup melegenda di wilayah Kotatif Batu. Itu karena namanya telah dijadikan sebagai nama jalan, tepatnya Jl. Manan Wijaya, yang membentang di sepanjang daerah Pujon. Nama aslinya Rumpoko, lahir di Pujon pada 1910. ayahnya seorang mandor jalan. Manan Wijaya adalah alumni Pesantren Tebuireng Jombang.
Ketika PETA dibentuk, ia langsung bergabung dengan kesatuan militer Jepang tersebut Meski sebagai tentara aktif, namun sosok santri selalu tampak Ia juga rutin berlangganan Suara NU dan Suara Ansor dari Surabaya. Setelah menjadi pembicara dalam rapat akbar di Tebuireng (1967) dan menyebut "Hamid Roesdi itu Ketua Ansor" ia diMabeskan hingga pensiun.
Pensiun dengan pangkat terakhir Brigjen. Jenazah dimakamkan di Desa Sisir Kecamatan Batu, atas permintaan sendiri, karena tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

9. HAMID ROESDI
Nama Hamid Roesdi telah menjadi legenda pahlawan masyarakat Kota Malang, sama halnya nama Bung Tomo untuk masyarakat Sura¬baya. Bahkan nama Hamid Roesdi tidak hanya dijadikan sebagai nama jalan di pusat kota, tapi juga nama terminal diKedungkandang. Patungnya juga dapat dilihat di Malang. Lahir di Sumbermanjing Kulon (Pagak) Malang Selatan pada 1917. Ia putera ke empat H Umar Roesdi.
Di masa penjajahan Jepang ia masuk pendidikan perwira Bo Ei Gyugun Kanku Kyokutai di Bogor, kemudian menjadi Cudancho PETA di Malang Syu Dai I Daidan (Dai I Cudan) yang berkedudukan di Glagah Aren Sumbermanjing.
Awal 1947 diangkat sebagai komandan Resimen Infantri 38 Divisi VII Untung Suropati dan sebagai Ko¬mandan Pertahanan Daerah Malang berkedudukan di Pandaan Pasuruan. Pada waktu penumpasan PKI Muso (Madiun Affair) ia menjabat Komandan Komando Penumpasan PKI Muso di daerah Malang Selatan (Turen-Donomulyo).
Menghadapi Clash II Belanda menjabat Komandan Sub Wherkreise I dan memimpin gerilya di daerah pendudukan Malang Timur dengan pangkat mayor. Pada 8 Maret 1949 ia gugur bersama pasukannya di daerah Wonokoyo, Kedungkandang pukul 03.00 dinihari.

M. Luqman Firmansyah,
Dikutip dari Majalah AULA Edisi November 2012 hal. 58-59

Jumat, Januari 11, 2013

Surat Kepada: Pengasuh Pondok Pesantren di Seluruh Indonesia


CATATAN MUKTAMAR MAKASSAR
Hal          : Pernyataan Sikap
 Kepada yang terhormat;
Bapak kyai, Pengasuh/ Pimpinan Pondok Pesantren
Di
         Kediaman
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، سيدنا ومولانا محمد وعلى آله الطيبين الطاهرين, وصحابته الكرام أجمعين.
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT atas segala Rahmat-Nya, sehingga kita tetap berpegang pada akidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, semoga keadaan ini ditetapkan dan semakin dikokohkan Allah SWT sampai akhir hidup kita, anak cucu kita ila yaumiddin, amin ya robbal alamin.
Pasca Muktamar Makassar, dengan terpilihnya KH. Sahal Mahfudl sebagai Rois Aam PBNU dan Said Aqil Siradj sebagai Ketua Umumnya, juga melihat kenyataan yang ada, bahwa terpilihnya Sahal Mahfudl-Said Aqil telah melanggar undang-undang dan tata tertib pemilihan, yaitu kandidat bakal calon Ketua Umum PBNU tidak terlibat dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), Syi’ah dan faham-faham sesat lainnya, adanya praktek money politik besar-besaran intervensi dari penguasa pusat dan Barat dalam merusak NU khususnya menghancurkan NU Jawa Timur  yang notabene daerah asal kelahiran NU, dan juga dalam rangka mengadu-domba para kyai/ Ulama. Inilah watak Yahudi-Zionis dalam menghilangkan sejarah, kebangsaan seperti yang mereka lakukan di Negara Palestina.
Beredarnya isu money politik ini dibenarkan oleh Lily Wahid, anggota DPR RI dari PKB yang juga hadir dalam Muktamar tersebut, Lily mengatakan bahwa ada uang dari Bank Century yang beredar di Muktamar.
Keberadaan Muktamar Makassar sudah seperti perebutan kekuasaan sebagaimana yang terjadi dalam pemilihan Kepala Desa, Pilkada, Pilgub dan Pilpres. Misalnya pemasangan spanduk, dukungan secara terbuka dari beberapa tokoh, ulama dan penggunaan nama besar seseorang untuk kepentingan pribadi. Para kandidat juga melakukan sowan kepada penguasa untuk mendapatkan dukungan, padahal berdasarkan tradisi NU para kandidat seharusnya minta doa restu kepada kyai, ulama sepuh, dengan begitu supremasi dan kharisma seorang kyai, ulama yang menjadi bagian terpenting dalam NU tetap terjaga dan menjadi ciri khas.
Sebelumnya, Gerakan Penyelamat Nahdlatul Ulama (GPNU) berhasil menagih komitmen anti money politik terhadap semua kandidat calon ketua PBNU. “Komitmen tersebut kami wujudkan dalam bentuk tanda tangan surat pernyataan anti money politik pada semua kandidat” kata ketua GPNU, M. Khoirul Rijal.
Dalam surat pernyataan tersebut menyebutkan, NU didirikan dengan tujuan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran ahlussunnah waljama’ah. Untuk menjaga nilai-nilai tersebut yang menjadi arah perjuangan NU dalam Muktamar Makassar, para kandidat bakal calon ketua umum PBNU harus berjanji menghindari money politik dalam pemilihan tersebut, money politik selain melanggar nilai-nilai ajaran islam juga akan akan menghancurkan arah perjuangan NU sebagai organisasi islam. “tidak melakukan money poltik dalam Muktamar NU merupakan upaya menyelamatkan NU dari ketidakadilan dan menjaga nilai-nilai demokrasi” ujarnya.
Para kandidat yang bersedia mendatangani surat pernyataan tersebut adalah      KH. Sholahuddin Wahid, KH. Sa’id Aqil Siradj, KH. Masdar Farid Mas’udi dan         KH. Ahmad Bagja. Surat pernyataan tersebut juga ditanda tangani oleh sejumlah kyai sepuh, diantaranya KH. Abdullah Faqih, KH. Idris Marzuqi.
Begitu juga memandang kelancangan Said Aqil yang tanpa malu dan canggung menghina dan merendahkan Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya lewat makalahnya yang dipresentasikan dalam seminar nasional Pergerakan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1995, dan juga di Kantor PBNU 19 Oktober 1996.
Dalam Makalahnya, dengan lancang Said Aqil secara terang-terangan mengkritisi dan menghina Nabi Muhammad SAW dan para Shahabatnya dengan pola pemikirannya yang ala Syi’ah-Yahudi, diantaranya:
  1. 1.      Dalam tulisan Said Aqil hal: 3 alinea ketiga disebutkan bahwasanya Abu Bakar terpilih bukan semata karena integritas pribadinya.
  2. 2.      Kata Sa’id Aqil: “Karenanya, tidak mengherankan jika mengomentari pengakuan Abu Bakar sebagai Khalifah, Umar menyatakan bahwa terpilihnya Abu Bakar merupakan “faltatun min falaatatina ra’aaha Allah li-‘izzil Islam wa al-Muslimin”. Terpilihnya Abu Bakar merupakan suatu kesalahan.
  3. Dengan sangat lancang sekali, Sa’id Aqil  juga menyatakan, bahwa “Kemampuan Rasulullah SAW meredam fanatisme kabilah belum tuntas”.
  4. Dalam hal. 3 alinea terakhir disebutkan bahwa tidak murtadnya penduduk Makkah adalah karena slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Saqifah Bani Sa’idah “al-Aimmat min Quraisy”.
  5. Dalam makalah Sa’id Aqil hal. 4 alinea ketiga, disebutkan bahwa terbunuhnya sayyidina Umar adalah provokasi munafiqin Bani Umayyah terhadap seorang budak yang bernama Abu Lu’lu’ah. Dan disitu juga tergambarkan bahwa Abu Lu’lu’ah sudah menjadi pegawai resmi Sayyidina Umar. Karena Khalifah Umar tidak mau meringankan jizyah-nya, maka Abu Lu’lu’ah nekat menikamkan pisaunya di perut Sayyidina Umar.
  6. Masih seputar Sayyidina Umar, bahwa menurut Sa’id Aqil, konon Sayyidina Umar adalah sebagai putra mahkota. Sehingga begitu khalifah Abu Bakar menjelang wafat, kekhalifahan diwasiatkan kepada Sayyidina Umar.
  7. Dalam hal. 5 alinea terakhir dari makalah Sa’id Aqil, disebutkan bahwa; “sejak terpilihnya Utsman yang tidak mempunyai bobot seperti yang dimiliki Ali, perselisihan mulai menjadi pertikaian terbuka”.
  8. 8.      Dalam hal. 5, Sa’id Aqil juga menyatakan: “Dua orang inilah yang kuat, yang memiliki peluang besar menjadi khalifah. Tapi karena Abdurrahman bin Auf adalah keluarga Bani Umayyah, jatuhlah pilihannya kepada Utsman.
  9. Bukti lagi ke-Syi’ahan dan kesesatan Sa’id Aqil adalah pernyataannya bahwa karena suatu kesalahan, Marwan diusir Rasulullah SAW dari Makkah (Madinah…?)
  10. Sa’id Aqil juga mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tokoh fiktif, bahkan ada kemungkinan dia adalah Amar bin Yasir.
  11. Ditengah kericuhan karena kembalinya para demonstran dari tiga kota itu, anak Abu Bakar, Muhammad bin Abu Bakar menerjang Utsman yang sedang membaca al-Qur’an. Langsung dia menghunus pedang, memenggal kepala Utsman.
  12. Satu bukti lagi yang paling mengerikan dan menyesatkan bahwa gaya pemikiran Sa’id Aqil duplikat dari pemikiran Syi’ah yang memurtadkannya karena mendustakan Allah dalam al-Quran surat An-Nuur Ayat 11 yang menyatakan bahwa Aisyah bersih dari keserongan dan berita al-ifki            (isu terbohong), adalah pernyataannya, “…di samping karena perempuan, juga antara Aisyah dan Ali memang terdapat hubungan kurang harmonis karena sikap minor dalam peristiwa haditsul ifki. Ketika tersebar isu Aisyah berzina dengan Sofwan, Ali bersikap; “Sudahlah Rasulullah, perempuan banyak, kalau yang satu serong, buang saja, kenapa sih”.
  13. Terhadap sayyidina Utsman pun, Sa’id Aqil memandang dengan kacamata buram, sehingga lidahnya tak kuasa untuk memilih kata terhormat yang agak sopan daripada kata “pikun” yang konotasinya adalah orang yang hilang ingatan.
14. Dalam kasus terjadinya surat yang menjadikan marah para demonstran Mesir, Sa’id Aqil juga kurang percaya bahwa Sayyidina Utsman benar-benar tidak membuatnya. Padahal Sayyidina Ali membenarkan pengakuan khalifah Utsman.
Sai’d Aqil Siradj yang didukung oleh Gus Dur juga pernah mempunyai gagasan untuk memodernisasikan pemikiran pengurus dan warga NU dengan mengkaji ulang asas NU “Madzhaba al-Imamaini al-Asy’ary wal-Maturidiy” dan “Madzahibul Fuqoha’ al-Arba’ah”, dalam makalahnya yang disampaikan di gedung PBNU 19 Oktober 1996 M:
  1. Pada hal. 2 alinea II disebutkan: ‘melihat urgensinya aqidah tersebut, tidaklah mubadzir jika Nahdlatul Ulama’ (NU) meninjau kembali konsep aqidah yang menjadi pijakan dalam berorganisasi dan bermasyarakat’.
  2. Oleh Sa’id Aqil, kata “al-Nahdlah” diartikan “adanya kesadaran dan pengertian fakta historis secara khusus, membutuhkan kapasitas kemampuan untuk merenovasi kondisi yang kurang relevan berdasarkan fakta sejarah baik secara kultural maupun pemikiran”.
  3. Pada hal. 3 Sa’id Aqil mengungkapkan maqolah: المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح   menurut dia kaedah tersebut sangat masyhur di kalangan NU di setiap saat bahkan menjadikan motto perjuangan NU. Yang kami takutkan adalah     kata “Al-Jadidul Ashlah” dibelokkan kepemikiran Liberal-Plural dan lain sebagainya, na’udzu billah min dzalik…!
  4. Dalam Bab I bag. A, tepatnya hal. 5 pada makalahnya Sa’id Aqil menyebutkan suatu statement yang sangat membahayakan bagi aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah al-Muttafaq ‘alaih.  Sa’id Aqil menyatakan bahwa “Da’wah Rasulullah SAW itu sejak pertama kali muncul sudah bertendensi politis, yakni obsesi untuk menaklukkan imperius Persia dan Romawi (Bizantium) sebagai adikuasa dunia saat itu”. Menurut akidah kami, bahwa penaklukan tersebut adalah agar Hukum Syari’at Allah SWT berjalan diseluruh negeri, bukan sekedar meraih kekuasaan tanpa Syari’at Allah.
  5. Dalam mendefinisikan “Ahlussunnah wal-Jama’ah” Sa’id Aqiel mengatakan:
               مَنهجُ الفِكر الدّيني المشتملُ على شُؤُون الحياة ومُقتضاياتها القائم على أسس التوسُّط والتوازُن  والتعادُل والتسامُح
            Yang kami takutkan dan sudah terjadi adalah kalimat-kalimat tersebut diarahkan ke pemikiran-pemikiran Liberal-Plural-Sekuler.
  1. Dalam bagian B, Sa’id Aqil menuturkan Ba’dl al-firaq al-Islamiyah wa-Ash-hab Dhuhurihi. Dan dalam penuturannya dia mengatakan bahwa madzhab Syi’ah menjadi madzhab resmi setelah Imam Ja’far al-Shadiq. Seolah-olah Imam Ja’far al-Shadiq adalah Mu-assis al-Madzhab al-Syi’iy, toh beliau pernah berkata “Waladani Abu Bakr Marratain”. Dan pula riwayat mutawatirah Imam Ali: خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
  2. Di akhir makalahnya  Sa’id Aqil malah membuat suatu pernyataan yang sangat membahayakan dan tidak mencerminkan pemikiran dari ahlussunnah wal-Jama’ah (Madzahib Arba’ah). Katanya, “salah satu persoalan, misalnya dalam bernegara (baca; demokrasi) haruslah menerima seorang pemimpin (presiden) yang non muslim ataupun wanita”.
Melihat kenyataan yang ada, orang semacam Sa’id Aqil  Siradj yang secara terang-terangan mengkritik dan menghina serta  merendahkan Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya, menghina dan merendahkan konsep Ahlussunnah wal-Jama’ah    KH. Hasyim Asy’ari. Sa’id Aqil terlalu over dengan mengatakan bahwa penjelasan konsep ahlussunnah KH. Hasyim Asy’ari sangat memalukan. Sungguh pernyataan yang tidak berakhlaqul karimah..! masih pantaskah memimpin organisasi NU yang merupakan organisasi terbesar ummat Islam, yang kelahirannya untuk amar ma’ruf nahi munkar dengan menjaga dan menyebarkan faham ahlussunnah wal-jama’ah..?
Tidak merasa terhinakah kita kaum nahdliyyin punya pemimpin yang menjadi Penasehat Pemuda Kristen Republik Indonesia, Said Aqil juga pernah melakukan kufur Qouli, karena dia mengatakan bahwa tauhid orang Islam dan Kristen sama saja, berarti Sa’id Aqil tidak mengindahkan firman Allah SWT pada Surat Al-Maidah ayat 72, 73 dan 75 dan juga Surat Attaubah ayat 29.  dia juga pernah mengkafirkan Imam Ghozali, berpidato di acara Arba’in-nya orang Syi’ah di Surabaya, Malang, dan peringatan Karbala di Jakarta. Berkhotbah di gereja dalam acara Misa Kristiani di sebuah gereja di Surabaya dengan background belakangnya berupa salib patung Yesus dalam ukuran yang cukup besar. Beritanya pun dimuat Majalah Aula milik warga NU. Dia juga pernah melontarkan gagasan pluralnya, yaitu merencanakan pembangunan gedung bertingkat, dengan komposisi lantai dasar akan diperuntukkan sebagai masjid bagi umat Islam, sedangkan lantai tingkat satu diperuntukkan sebagai gereja bagi umat Kristiani, lantai tingkat dua diperuntukkan sebagai pura bagi penganut Hindu, demikian dan seterusnya.
Menurut keyakinan kami, Sa’id Aqil sudah terlibat dengan kegiatan Zionis Internasional. Sebagai bukti, pernyataan Sa’id yang menyatakan bahwa penggerak  pemberontakan terhadap Khalifah Utsman bin Affan bukan Abdullah bin Saba’, orang Yahudi tapi Ammar bin Yasir. Kita tahu bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang Yahudi yang pura-pura masuk Islam yang menggoncang Islam dan memberontak Khalifah Utsman. Untuk membersihkan Yahudi, maka nama Abdullah bin Saba’ harus dihilangkan dari sejarah. Sa’id Aqil juga menyatakan bahwa Abdullah bin Saba’ tidak ada dalam sejarah, dan sengaja mengkambinghitamkan Ammar bin Yasir sebagai “biang kerok.” Itu adalah pola pikir Zionis-Yahudi. Sebagaimana yang terekam dalam kitab-kitab sejarah orang-orang Syi’ah-Orientalis yang menjadi rujukan Sa’id Aqil. Padahal, Ammar bin Yasir adalah tergolong shahabat pertama yang masuk Islam dan dijamin mendapat ridlo Allah SWT.
Kalau masalah ini diteruskan, NU bukan amar ma’ruf nahi munkar lagi namun NU akan menjadi sumber kemunkaran dalam aqidah. Kalau sudah begini, kemungkaran aqidah yang didepan mata akan kami lawan. Karena ini masalah aqidah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kalau furu’ (cabang), itu masih bisa ditawar, dan faham Ahlussunnah wal-Jama’ah bukan golongan ekstrim.
Perbuatan Sa’id Aqil dalam pandangan para ulama adalah sangat fatal akibatnya. Sebab, dalam pandangan mufti-mufti Maliky, menghina Shahabat saja hukumnya adalah hukuman mati. Padahal di sini, yang direndahkan martabatnya justru Rasulullah SAW, sehingga menurut penjelasan dan penegasan Qadli ‘Iyadl dalam       al-Syifa’nya, ulama sepakat untuk mengeksekusi manusia terkutuk tersebut. Dan Imam (penguasa) berhak untuk membunuhnya atau menyalibnya.
Memang dalam masalah ini, Ulama sangat tegas dan disiplin. Sebab, dalam Surat an-Nur ayat 63, Allah SWT telah menegaskan pada hambanya supaya mengagungkan Rasulullah SAW.
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا [النور : 63]
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). “.(QS. An-Nuur: 63)
Sehingga dalam memanggil Rasulullah SAW saja harus dengan kesopanan dan tidak menyebut nama beliau, tetapi dengan menyebut “ya Rasulullah SAW”. Maka dari itu, perbuatan melecehkan kebesaran Nabi dengan mengatakan bahwa Rasulullah SAW belum sempurna dalam menjalankan tugasnya. Itu berarti sama saja dengan tidak mengindahkan firman Allah SWT dalam Surat Ali Imron:
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا [آل عمران : 103]
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali ‘Imran: 103)
Begitu juga Rois Aam terpilih, KH. Sahal Mahfudl terlalu akrab dan lunak terhadap orang-orang Sekuler, Plural, Syi’ah serta melindungi dan membela JIL dan golongan sesat lainnya serta membantu kristenisasi lewat program KB, mendirikan bank konfensional “Artha Huda Abadi”, padahal keputusan Muktamar NU ke-2 di Surabaya, 12 Rabiuts Tsani 1346 H/ 9 Oktober 1927 M, Muktamar NU ke-12 di Malang, 12 Rabits Tsani 1356 H/ 25 Maret 1937 dan Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 20-27 Desember 1971 M, telah memutuskan  tentang ke-haraman bunga Bank.
Sebagai Rois Aam, kyai Sahal bersama Ketua Umumnya, KH. Hasyim Muzadi pernah merintis kegiatan doa bersama lintas agama “Indonesia Berdo’a” di Istora Senayan Jakarta 6 Agustus 2000, padahal keputusan Muktamar NU ke-30 di Kediri, 21-27 Nopember 1999 M telah melarang kegiatan tersebut, juga peringatan allah SWT pada surat Arra’d ayat 14.
Sebagai warga NU, Sepatutnya bertanya, mengapa PBNU menerima kunjungan presiden Iran pada tanggal 22 Mei 2006 di Kantor PBNU..? Padahal tidak rahasia lagi, pemerintah Iran menyediakan beasiswa bagi pelajar Indonesia yang ingin belajar di Qum Iran, yang misinya untuk belajar memperdalam aqidah Syi’ah yang salah satu ajarannya mendiskreditkan hingga mencaci-maki bahkan sampai berani mengkafirkan shahabat Nabi SAW, yang nantinya bisa disebarkan di Indonesia. Ataukah KH. Sahal Mahfudl dan KH. Hasyim Muzadi sebagai pengurus besar NU pada masa itu telah melakukan kontrak dengan mereka……..???
Melihat kenyataan di atas, kami menyatakan “Mufaroqoh” dengan tidak mengakui duet kepemimpinan Sahal Mahfudl-Said Aqil, karena menurut kami keberadaannya adalah cacat hukum, baik secara organisatoris bahkan secara Syara’, bukan mufaroqoh dengan NU-nya, karena NU masih banyak orang-orang ahlussunnahnya, tapi sayang kebanyakan mereka terbius dengan uang.
Apakah pantas, kita yang berpredikat Kyai, pengasuh Pondok Pesantren, lembaga pencetak generasi Islam yang menggaungkan amar ma’ruf nahi munkar hanya bisa diam atau sekedar menggerutu, ingkar bil qolbi melihat kemungkaran di depan mata, menyaksikan “Sang Penasehat Pemuda Kristen Republik Indonesia” memimpin NU, organisasi sekaligus wadah perjuangan dan pelestarian paham ahlussunnah wal-jama’ah. Apalagi mendukung kepemimpinannya sekaligus bangga dengan merebaknya Pluralisme-Liberalisme-Sekulerisme dikalangan pengurus NU dan warganya..? Apa jadinya NU di masa mendatang, kalau pemimpinnya saja tidak ahlussunnah wal-jama’ah!!!??. Aqidah jutaan warga pesantren dan nahdliyyin terancam diberangus…!
Naudzubillah min Dzalik……….
Ke mana ghiroh islamiyyah kita!!!?? Di mana loyalitas kita pada Islam? pembelaan kita pada Al-Quran dan Syari’atnya, juga pada Nabi Muhammad SAW dan para Shahabatnya? Lebih-lebih pada Allah SWT sebagai Sang Khaliq. Bagaimana pertanggungjawaban kita sebagai pemimpin ummat di hadapan Allah SWT kelak? Atau memang loyalitas dan ghiroh islamiyyah kita sudah tergadaikan? Atau hilang tanpa bekas dari hati seorang pemimpin ummat, sebagai kiblat para santri, panutan masyarakat.
Relakah kita melihat ribuan santri, jutaan masyarakat kita larut dalam kebodohan dan ketidaktahuan, taklid buta terhadap NU yang sudah mulai bergeser dari tujuan pendiriannya? Bergeser dari pakem ahlussunnah wal-jama’ah dan ternodai namanya dengan maraknya money politik dalam Muktamar dan pemilihan-pemilihan pengurus wilayahnya? Ataukah sengaja kita korbankan mereka demi mempertahankan ketenaran dan pangkat/ jabatan baik formal atau non formal..?. Bagaimana perasaan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahhab  Hasbullah rohimahumallah jika menyaksikan “NU masa kini” ? Betapa terkhianatinya beliau.
Bagi para kyai, ulama yang sudah masuk ataupun yang baru akan diberi amanah untuk masuk dalam struktural NU menurut kami harus diteruskan demi untuk memantau NU dari dalam, mengerem dan mempersempit gerak langkah orang-orang Liberal-Sekuler juga untuk memberikan informasi warga nahdliyin khususnya di Jawa Timur, wajib menjaga akidah ahlussunnah wal Jama’ah dan Syariat Islam karena itulah makna dari khittah NU 1926 yang sebenarnya, dengan menjegal dan melawan orang-orang serta program-program Salibis-Zionis-Syi’ah-Pluralis-Liberalis Sekuleris.
Apa yang kami lakukan ini semata-mata bentuk dari tanggungjawab kami kepada Allah SWT, demi tegaknya yang haq. kami tidak terima Hukum-Hukum Allah diselewengkan, direndahkan dan dimanipulasi dengan pemikiran-pemikiran sesat yang berasal dari orentalis demi untuk memuaskan nafsu dan menuruti pesanan dari Yahudi-Zionis International. Semoga Allah SWT menghancurkan faham-faham sesat ahlil bida’ wa al-dlolal.
Mari bersatu, selamatkan akidah ahlussunnah wal-jamaah demi menyelamatkan anak cucu kita para santri penerus perjuangan Islam. Agar kita terhindar dari adzab Allah SWT yang berkepanjangan.
Allahu akbar, sholallahu ‘ala Muhammad.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Sarang, 30 Rabiuts Tsani 1431 H

KH. Muhammad Najih Maimoen

SUSUNAN PENGURUS PBNU
2010-2015

MUSTASYAR
Prof. Dr. KH. Tholchah Hasan
KH. Muchit Muzadi
KH. Maimoen Zubair
KH. Idris Marzuqi
KH. Khatib Umar
KH. Dimyathi Rois
Tuan Guru Turmudzi
Dr. H. Muh. Jusuf Kalla
KH. Abdurrahman Musthofa
Prof. Dr.Maghfur Utsman
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA
KH. Sya’roni Ahmadi
Prof. Dr. Ridlwan Lubis
KH. Muiz Kabri
KH. Mahfudh Ridlwan
Dr. Ing. H. Fawzi Bowo

PENGURUS HARIAN SYURIYAH
Rais Am         : Dr. KH. M. A. Sahal Mahfudh
Wakil             : Dr. KH. A. Musthofa Bisyri
                        : Dr. KH. Hasyim Muzadi
Rais                : Habib Luthfi bin Hasyim bin Yahya
                        : KH. Sanusi Baco
                        : KH. Ma’ruf Amin
                        : KH. Mas Subadar
                        : KH. Masdar Farid Mas’udi, MA
                        : Prof. Dr. Machasin, MA
                        : KH. Asep Burhanuddin
                        : KH. Masduqi Mahfudh
                        : KH. Ibnu Ubaidillah Syathori
                        : KH. Saifuddin Amsyir, MA
                        : KH. Hamdan Khalid
                        : KH. Adib Rofi’uddin Izza
                        : KH. Ah. Ishomuddin, M. Ag.
Katib Am       : Dr. KH. Malik Madani
Katib              : KH. Drs. Ichwan Syam
                        : KH. Musthofa Aqil
                        : KH. Kafabihi Mahrus Ali
                        : KH. Mujib Qolyubi, M. Hum.
                        : KH. Sholahuddin Al-Ayyubi, M. Si.
                        : Prof. Dr. Ishom Yuski
                        : Yahya Staquf Cholil
A’wan                        : KH. Warson Munawwir
                        : KH. Nurul Huda Jazuli
                        : KH. Sholahuddin Wahid
                        : KH. Abun Bunyamin
                        : Prof. Dr. Muhammad Nuh
                        : H. Bagindo Leter
                        : KH. Hafidh Utsman
                        : Drs. H. Ahmad Bagja
                        : KH. Muadz Thahir
                        : Habib Abdul Qadir
                        : Drs. H. Farid Wajdi
                        : KH. Afifuddin Muhajir
                        : KH. Aep Nuruddin, M. Pd. I.
                        : KH. Mukhtar
                        : KH. Muhyiddin Arubusman
                        : KH. Dr. Munif Suratmapura
                        : Drs. H. Abdullah Syarwani
                        : KH. Drs. Masyhuri Malik
                        : KH. Nuruddin Abdurrahman
                        : Agus Fathuddin
                        : Endang Turmudzi
                        : Felix Wanggai
                        : Saifullah Yusuf
                        : Idris Hamid
            PENGURUS HARIAN TANFIDZIYAH
Ketua Umum                        : Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA
Wakil Ketua Umum            : Drs. H. As’ad Sa’id Ali
                                                : Drs. Selamet Efendi Yusuf, MSi
Ketua                                     : KH. Hasyim Wahid Hasyim
                                                : KH. Abbas Muin, MA
                                                : Drs. H. Muh. Salim Al-Jufri
                                                : Prof. Dr. Maidir Harun
                                                : Prof. Dr. H. Ma’shum Mahfudh
                                                : Dr. H. Hanif Saha Ghafur
                                                : Drs. Muh. Imam Aziz
                                                : Drs. H. Hilmi Muhammadiyyah, Msi.
                                                : Drs. H. Abdurrahman, M. Pd.
                                                : Drs. H. Arvin Hakim Thoha
                                                : Marsudi Syuhud
                                                : Prof. Dr. Kacung Marijan
                                                : Drs. Muhsin Al-Idrus
Sekretaris Jenderal              : Ir. H. M. Iqbal Sulam
Wakil                                     : Drs. H. Enceng Shobirin
                                                : Hilmy Ali Yafie
                                                : Drs. H. Abdul Mun’im DZ.
                                                : Dr. H. Aji Hermawan
                                                : Dr. H. Afandi Muchtar
                                                : Dr. dr. Syahrizal Syarif, MPH.
                                                : Hamid Bula, S. Sos.
Bendahara                            : Dr. H. Bena Suhendra
Wakil Bendahara                : Drs. H. Zaenal Abidin
                                                : Drs. H. Musthalihin Majid
                                                : H. Raja Sapta Ervian, SH. M. Hum.
                                                : Hamid Wahid Zaeni, M. Ag.

Minggu, Desember 09, 2012

Istigotsah Akbar


Sabtu, 8 Desember 2012. Istigotsah bersama Ust. H.A Sholeh Anshar, Gus H. Ali Mustofa bin KH. Suyuti Dahlan (PP. Nurul Ulum Kacuk Malang), R-MA (Remaja Masjid) Jami' Gondanglegi, PAC GP Ansor Gondanglegi dan Majlis Maulid Wata'lim (MMWT) Hubbun Nabi.